30 Miliar di Usia 23 Tahun ATTA Halilintar (Part 1 of 2)

Sahabat entrepreneur, salam hebat luar biasa..!! Di edisi kali ini spesial banget. Saya kedatangan The King of YouTube Indonesia..!!

A : “Halo semuanya.., apa kabar?”

C : “Ini bro Atta Halilintar. Luar biasa banget. Dan pada kesempatan kali ini, kita akan membongkar sisi-sisi yang belum pernah anda tahu tentang King of YouTube Indonesia. Anda penasaran? Kita saksikan setelah yang satu ini..!”

Baik. Pada kesempatan kali ini, kebetulan setelah saya berkenalan dengan bro Atta Halilintar.

Saya baru tahu kalau ternyata beliau ini pedagang/menjadi pengusaha sejak usia 13 tahun.

Wah, keren banget.. Anda selama ini ‘kan hanya melihat beliau sukses di YouTube, memiliki subscriber dengan jumlah jutaan, terbesar di Indonesia. Tetapi anda belum tahu apa yang terjadi dengan beliau di masa kecil. Inilah sesuatu yang sangat spesial.”

A : “Oh.., jadi ini yang mau dibongkar?”

C : “Ini yang mau dibongkar. Boleh diceritakan sedikit bagaimana ketika keluarga Gen Halilintar pada usia 11 tahun. Apa yang terjadi dengan keluarga Gen Halilintar?”

A : “Kok abang kayaknya tahu ya?”

C : “Tahu dong.. ‘Kan sebelum bikin video ini, saya ‘ngulik-ngulik’ sedikit.”

A : “Langsung cerita aja nih?”

C : “Boleh.. Ceritakan saja.”

A : “Hei guys, semoga cerita ini bisa bermanfaat ya.. Mungkin aku hampir gak pernah cerita di channel YouTube aku sendiri. Jadi channel ini beruntung ya..”

C : “Beruntung banget, keren banget!”

A : “Allright, sebenarnya aku seneng dengan channel’nya abang ini karena menginspirasi orang.

Karena aku suka channel-channel yang bermanfaat buat orang lain. Walaupun channel aku lebih banyak content hiburan. Tetapi, di tiap video ada inti-inti untuk menginspirasi dan menyebarkan kebaikan, dan juga bisa membuat anak-anak muda semangat. Agar lebih bersemangat lagi untuk berkarya, dan tidak pernah menyerah dengan mimpinya.

Jadi aku mau cerita mulai dari tahun berapa ya.. Aku memang lahir dari keluarga yang ibaratnya waktu aku lahir, ayahku itu adalah anak orang biasa.”

C : “Orang yang sederhana ya..”

A : “Tetapi, mamaku itu orang ‘besar;’ di suatu perusahaan.”

C : “Orang ‘besar’ di suatu perusahaan.”

A : “Jadi mereka, ayah dari papa dan ayah dari mama satu perusahaan di perusahaan minyak.”

C : “Sebagai pengusaha atau sebagai apa?”

A : “Enggak. Waktu itu mereka kerja. Menjadi karyawan. Tetapi karyawan yang satu pangkatnya gede, yang satu pangkatnya kecil. Akhirnya, ayah melamar ibu, lalu lahirlah mama. Setelah mama lahir, mungkin kakek itu gak setuju. Tetapi kedua sejoli ini bukan hanya saling jatuh cinta.

Mereka punya visi-misi yang sama, bahwa hidup itu bukan hanya dari materi. Tetapi bagaimana keseriusan usaha dan semangat mereka.

Akhirnya ketika mereka menikah, jadi orang tuaku terutama mama yang hidupnya mewah, hilang semuanya. Jajannya gak dikasih lagi, beasiswa ditarik, kendaraan diambil, tempat tinggal diambil, kartu kredit, semuanya diambil. Sampai sudah gak ada lagi yang tersisa. Jadi, mama tinggal dengan ayah di kos ukuran 3×3 m yang masih pengap.”

C : “Dan itu terjadi waktu baru married?”

A : “Waktu baru married. Jadi, mama aku itu benar-benar mama yang hebat. Struggle. Akhirnya, disitulah aku lahir, di keluarga yang susah. Sampai dulu aku inget banget. Waktu aku lahir, beli susu aja susah. Untuk beli susu anak aja susah. Jadi kalau ada yang mendengar kenapa suara aku serak, kata mama aku, “Kamu itu dulu kebanyakan nangis. Karena mama gak bisa kasih kamu susu”. Itulah kisahnya. Sampai aku itu dari kecil udah dibawa dagang parfum, dagang karpet, dibawa kemana-mana.

Dan disitulah perdagangan dimulai.

Ada modal sedikit, buka minimarket dan akhirnya ada salon di Depok, bro. Sekalian mereka kuliah, dulunya di UI. Memang mereka pintar. Walaupun susah, tetapi pintar. Akhirnya mereka bikin usaha di Depok, membangun satu, dua, tiga, sampai sepanjang Depok itu penuh usahanya pendatang.

Lalu setelah dari situ, mereka melanglang buana ke luar negeri. Buka cafe di Australia, di Malaysia, di Singapore, buka butik di Paris.”

C : “Anda gak tahu ‘kan cerita ini?”

A : “Gak tahu ‘kan? Dan itulah mengapa anak gen Halilintar lahirnya di berbeda-beda negara.”

C : “Berpindah negara terus?”

A : “Kebanyakan gitu.”

C : “Makanya jadi bisa bahasa Inggris ya.. Tidak fasih berbahasa Indonesia.”

A : “Iya. Karena waktu itu lahirnya di berbeda-beda negara. Karena waktu itu usahanya lagi naik. Tetapi, siapa yang tahu pada tahun 2004, semua itu berubah. Terkena badai usia. Disitu kita belajar, jangan mudah percaya dengan orang lain. Dan benar-benar disitu ada pelajaran untuk anak-anaknya orang tua.

Jadi orang jangan mudah sombong. Karena hidup itu kadang di atas, kadang di bawah.”

C : “Itu message untuk anda semua. Dengarkan.”

A : “Dan itulah ujian yang benar-benar terbesar. Bukan hanya kembali menjadi nol, tetapi menjadi minus. Jadi ngutang. Jadi lebih berat lagi. Kalau dari nol ‘kan berarti usaha dari nol. Tetapi kalo ini dari minus. Dari ngutang. Jadi, pindahlah kami ke Malaysia.”

C : “Jadi, sempat ke Malaysia?”

A : “Ke Malaysia itu karena masalahnya terlalu crowd. Untuk memulai semuanya dari yang baru, kita pindah ke Malaysia. Mulailah dari sana. Dan aku sekolah di Malaysia itu mulai kelas 5 SD. Aku sekolah disana dari kelas 5, kelas 6, sampai menuju SMP itu aku selama 2 tahun gak bisa bayar SPP.”

C : “Tuh, denger.

Pernah gak denger kisah Atta Halilintar gak bisa bayar SPP selama 2 tahun?”

A : “Sampai diumukan di sekolah. ‘Yang belum bayar SPP bulan ini adalah ini..’. namaku itu keluar melulu. Jadi, di depan kelas itu malu banget. Jadi bener-bener, aku kalo ngeliat temen aku itu rasanya malu tiap hari disebutin terus. ‘Jangan sebut nama aku’. Gitu. Sampai mohon-mohon ke kepala sekolahnya. Dan akhirnya, aku terpaksa keluar dari sekolah itu.

Karena bayar SPP sudah gak mampu. Jadi biar adik-adik aku aja yang sekolah. Disitulah aku mulai dagang. Dari dagang sandwich di sekolah sebelum mau keluar, lalu dagang mainan.”

C : “Waktu itu umur berapa?”

A : “Waktu itu umur 11-12 tahun.”

C : “Umur 11-12 tahun sudah berjualan. Kamu umur 11 tahun ngapain? Lihat baik-baik. Suksesnya Atta Halilintar ini bukan terjadi dalam semalam. Tetapi di usia 11 tahun sudah jualan sandwich di sekolah. Istimewa..!”

A : “Jualan sandwich itu buat ongkos pulang naik kereta/naik bus. Kalau tidak ada uang, aku terpaksa bilang ke petugas keretanya, “Please, masukin aku lewat bawah. Karena aku gak punya duit”.

C : “Itu di Malaysia?”

A : “Di Malaysia. Waktu itu masih kelas 5 SD. Dan aku menggandeng 4 adik aku yang masih kecil. 4 adik digandeng.”

C : “Jadi, memang mentalnya udah terlatih untuk melindungi adik-adiknya sejak usia 11 tahun.”

A : “Aku ngajakin mereka, entah itu hujan atau bagaimanapun, gimana caranya untuk naik bus. Aku bilang, ‘Dik, kita semua pura-pura tiduran aja. Lagi gak ada duit buat ongkos pulang’. Karena memang orang tua waktu itu yang tadinya sudah punya rumah gede, tiba-tiba jadi tukang antar barang kayak JNE gitu. Kurir-kurir kayak Grab, seperti itu. Tetapi di Malaysia.

Jadi, memang benar-benar waktu itu aku tahu. Aku anak pertama. Punya adik waktu itu sembilan. Kalau aku sendiri gak bisa jadi contoh dan gak bisa menjadi panutan mereka, ataupun paling tidak bisa mandiri di mata mereka.”

C : “Jadi, seperti orang tua kedua ya bagi adik-adiknya.. Benar itu. Mentalnya sudah terlatih sejak kecil.”

A : “Mental aku kayak gitu. Jadi aku dari kecil berpikir, ‘Oke, mulai dari sekarang aku harus mandiri’. Disitulah perdaganganku lanjut sampai ke Indonesia. Akhirnya kita punya duit bareng-bareng untuk balik doang ke Indonesia. Akhirnya bisa untuk balik ke Indonesia dan ngelunasin SPP-SPP yang tadinya ngutang. Setelah bayar SPP, kami pindah ke Indonesia. Sempet sekolah sebentar, tapi tetep gak mampu lagi, dan akhirnya aku keluar lagi. Aku pilih home schooling biar bisa bantuin orang tua dagang.”

C : “Ya ampun.. Sampai home schooling. Berapa tahun itu? 2 tahun ya?”

A : “Ya, 2 tahun aku gak sekolah. Bener-bener home schooling. Dibilang home schooling juga gak jelas, kayaknya tiap hari aku lebih banyak nyari duit. Dari kita sewa rumah sampai aku bisa dagang baju muslim.”

C : “Itu di Jakarta ya?”

A : “Enggak, dulu di BSD Tangerang. Dari dagang baju muslim, akhirnya bulan Ramadhan itu mulai ada rezeki. Karena bisnis baju muslim mulai bagus. Setelah dapat penghasilan, kemudian kalau sudah gak Ramadhan, penjualan baju muslim mulai turun.”

C : “Seasonal ya.. Seasonal business. Bisnis musiman.”

A : “Akhirnya, aku jualan mobil bekas. Mobil bekas itu aku jual lewat online. Disitulah aku baru tahu dunia online.”

C : “Waktu itu umur berapa?”

A : “Waktu itu aku umur 12 tahun.”

C : “Umur 12 tahun udah jualan mobil loh..! Denger ya..”

A : “Dan aku punya record itu dalam seminggu aku bisa jual 14 mobil bekas melalui online.

Disitu aku liat, ternyata bisnis online itu besar banget peluangnya. Padahal dulu belum ada YouTube, belum ada Instagram, adanya cuma yang namanya forum atau blog. Jadi dulu itu aku sering bikin blog, sampai aku punya 11 blog. Dari blog handphone, blog otomotif, itu semua aku tulis konten-kontennya. Jadi kalau ada orang yang nyari content tentang innova, maka orang ngetik innova, baca tentang innova, di bawahnya aku tulis jual innova. Kayak gitu.

Jadi aku mencari gimana caranya pasar online. Gimana caranya berjualan online, akhirnya bisa jual 14 mobil per minggu. ‘Kan lumayan om.. Bisa jual satu mobil aku dapat 2 juta, kalau 14 aku sudah dapat 28 juta. Disitulah aku mulai dapat modal, dan bisa bikin usaha handphone. Punya handphone, dan waktu itu aku buka usaha burger kecil-kecilan.”

C : “Jualan burger.. Apapun dijual ya? Pokoknya yang menghasilkan duit.”

A : “Apapun dijual, cendol lah, segala macam. Alhamdulillah di umur 13 tahun, aku mencetak 1 Milliar pertama. Yaitu dari jualan handphone melalui online dan punya store di kawasan tersebut.”

C : “Di usia 13 dia mencetak 1 Milliar pertamanya. Kamu mencetak apa di usia 13 tahun?

Inspirasi dari kakak Atta Halilintar ini luar bisa loh untuk adik-adik berbisnis. Silahkan lanjutkan..”

A : “Pokoknya, aku belum pernah cerita sepanjang ini dimanapun.”

C : “Gak apa-apa.., ini penting. 20 menit atau setengah jam pun kamu mau dengar ‘kan? Hajar aja..!”

A : “Mungkin ini bisa jadi 2 part, atau bisa lebih banyak ya..”

C : “It’s OK.. Gak masalah.”

A : “Pokoknya, kita harus support channel-channel kayak gini. Akhirnya, waktu aku sudah mulai berkembang, keluarga kita bisa DP mobil pertama. Dan tinggalnya juga sudah bisa kembali lagi ngontrak yang lebih bagus.”

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.