5 Alasan Pemasukan Besar Tapi Tabungan Kosong

SB30 – Sahabat entrepreneur, salam hebat luar biasa! Selamat datang kembali di channel Success Before 30 yang membahas tentang pengembangan diri, motivasi, edukasi finansial, level up podcast, business inspiring, serta konten vlog balancing life.

Kali ini saya akan kembali membahas topik tentang mindset, yang tentunya juga sangat berhubungan dengan masalah finansial.

Jadi kali ini, saya akan membahas tentang “5 Alasan Pemasukan Besar Tapi Tabungan Kosong”. Gaji anda naik, namun tabungan anda tetap kosong. Problemnya itu di mana? Mengapa anda tidak bisa menabung?

Sebelum kita membahas hal ini, ada baiknya anda cek mindset anda terlebih dahulu. Jangan-jangan mindset anda itu ada yang salah. Yakni ketika income naik, gaya hidup anda juga ikut naik. Mengapa?

Mungkin karena dulu anda pernah disakiti, sekarang anda pengen pamer. Sekarang, anda ingin menunjukkan pada teman-teman anda bahwa anda juga bisa sukses.

Hal ini tidak salah. Namun apabila anda mengikuti gaya hidup terus, akhirnya anda akan menjadi orang yang ketika gaji naik, anda justru semakin punya banyak hutang.

1. Punya hutang sana sini

Jadi, poin nomor satu adalah punya hutang sana sini. Misalkan dulu gaji anda hanya 1 juta namun anda masih bisa menabung, lalu mengapa saat ini ketika gaji anda 5-10 juta, hutang anda justru menumpuk?

Tentunya jika mindset anda tidak dibenahi, maka meskipun ketika penghasilan anda mencapai 50 – 100 juta, justru hutang anda yang lebih besar.

 

2. Punya banyak tanggungan

Kemudian poin yang kedua adalah punya banyak tanggungan. Kita tahu sendiri bahwa sanak saudara orang Indonesia itu biasanya banyak sekali. Selain itu ada pula tetangga, bla bla bla. Kemudian dari pihak istri, anda juga punya mertua. Jadi ketika ada hajatan, satu kampung keluar semua.

Itulah sebabnya, anda memiliki banyak tanggungan. Saudara dari istri ada empat, saudara dari suami ada lima. Terlebih jika dari mereka ada yang kehilangan pekerjaan. Jadi apabila kita kaya sendiri namun tidak membantu saudara-saudara, nanti kesannya tidak peduli dengan saudara.

Padahal kalau dipikir-pikir, bukankah kita hidup itu kuncinya harus sukses dengan kerja keras kita sendiri?

Jika mereka gagal, seharusnya mereka jangan menggantungkan hidup mereka kepada saudara atau pemerintah.

Mereka tidak memegang kendali atas hidup mereka sendiri. Salah satu problem bangsa kita adalah karena anda tidak bisa mandiri hingga anda berkeluarga danpunya anak. Mengapa? Karena mindset anda bermasalah.

Anda masih berpikir bahwa “saya berhak disantuni saudara”. “Saya berhak disantuni pemerintah”. Seolah-olah, anda itu berhak dihidupi oleh orang lain. Itu karena anda hidup di Indonesia, anda masih punya saudara yang baik.

Bandingkan jika anda hidup di negara yang keras seperti China. Anda mati, ya mati saja. Saudara ya saudara, namun uang tetaplah uang. Di Korea Utara dan Hongkong justru lebih parah lagi. Jika anda tidak bisa cari uang, ya itu urusan anda karena anda sudah dewasa.

Bahkan di Amerika, seorang ayah tidak bisa mengintervensi anaknya lagi ketika sang anak sudah berusia 18 tahun. Di usia tersebut, anak sudah tidak lagi menjadi tanggungan orang tua. Sementara di Indonesia, meskipun sudah punya dua anak tetap saja sang kakek dan nenek yang membantu menjaga cucunya.

Tak hanya itu, hidup juga terkadang masih ditanggung orang tua. Perbedaan kultur di sini tentunya terlihat jelas. Seorang anak itu bisa mandiri atau tidak, bisa dewasa atau tidak itu sangat bergantung pada hal tersebut.

 

3. Pengaturan keuangan yang buruk

Lalu yang ketiga adalah pengaturan keuangan yang buruk. Saya selalu katakan, catat pengeluaran anda sekecil apapun sehingga anda tahu uang anda itu larinya ke mana saja.

 

4. Tidak bisa mengendalikan diri

Lalu yang keempat adalah tidak bisa mengendalikan diri. Ada promo di Shopee, anda langsung belanja. Ada Shopee COD, belanja lagi. Ada pay later, makin sering belanja. Ada promo apapun di media sosial, anda tak tahan untuk belanja. Akhirnya sampai rumah, barang itu mangkrak, tidak pernah anda gunakan sama sekali. Itu karena anda tidak punya kontrol diri.

“Tapi belanja itu kan bagian dari hobi pak! Saya ini termasuk orang yang kalau tidak belanja, bisa stress”. Menurut anda, lebih stress menumpuk barang di rumah atau berhutang sana-sini?

Terkadang kalau dipikir lagi, ketika anda mau menjual kembali barang yang sudah anda beli, kebanyakan tidak laku.

 

5. Punya hobi mahal

Kemudian yang kelima adalah punya hobi mahal. Apalagi jika setiap hari anda rajin stalking Instagram teman, Instagram influencer maupun artis. Anda sering cek mereka pakai jam merek apa, mobil merek apa, tas dari brand apa, bajunya dari brand mana, bahkan mungkin sampai celana dalamnya juga dari brand apa dan anda pengen mengikuti gaya hidup mereka.

Padahal, penghasilan anda tidak sebesar dia. Akan tetapi, anda pengen meniru gaya hidup mereka. Akhirnya apa? Lagi-lagi anda berhutang sana sini. Jadi berapapun penghasilan anda, pasti akan habis jika anda memiliki kelima poin ini.

Sahabat entrepreneur, demikian pembahasan saya kali ini dan nantikan konten saya berikutnya. Mungkin poembahasan kali ini sangat menyindir anda, namun ini adalah fakta. Saya di sini berbicara berdasarkan pengalaman saya sendiri yang telah menerima kenyataan hidup bahwa bertahun-tahun orang Indonesia itu memiliki kebiasaan seperti ini. so, sampai kapanpun income besar bukan merupakan sebuah solusi, karena anda tidak mau mengubah mindset anda.

Semoga topik kali ini bisa menginspirasi anda dan bermanfaat untuk anda. Silahkan anda share pada teman-teman anda. Tentunya, ada banyak orang yang dapat terbantu melalui edukasi sedehana seperti ini. Mungkin mereka tidak mendapatkan pelajaran ini dari orang tuanya, namun mereka justru mendapatkannya dari channel ini. Untuk lebih lengkapnya, anda bisa baca di buku saya ‘Success Before 30’.

Semoga video kali bermanfaat. Sukses selalu, dan salam hebat luar biasa!!

 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.